Sumatera
16.35 10 Januari 2014
resmi sudah kaki ini menapak di bumi Sumatera, terbang dan berlandas di bandara Sultan Badaruddin, Palembang, Sumatera, Indonesia. Setelah sekian lama jam dihabiskan di pesawat dan bandara.
Hirup udara Sumatera yang *sama aja di Jogja* bersama Mbak Arina dan Bapak.
Petualangan baru akan dimulai!
07.00 11 januari 2014
sepagi itu perut keroncongan tetap harus berangkat dari Palembang menuju Desa Rekimai, Semende Darat Tengah, Muara Enim, Sum-Sel.
Tak ada bayangan apapun, karena tak bisa membayangkan bagaimana letak geografisnya.
Travel ugal-ugalan itu membawa kami selamat hingga kota kabupaten Muara Enim. Perjalanan yang dilewati kurang lebih 5 jam. Dilanjutkan dengan angkutan taksi menuju Desa Rekimai, perjalanan yang akan ditempuh kurang lebih 4,5 jam. Sejauh itu selalu ngobrol sama sopir kahul tentang apapun dari budaya, sosial masyarakat, ekonomi, sampai otomotif. Amazing! 3 jam lamanya perjalanan melewati jalanan naik turun perbukitan diselimuti kabut tipis. Sampai2 bengong lihat apa yang kulihat saat itu, belum pernah kutemui di Jawa, gumamku.
Disana, kekayaan alam melimpah, hiruk pikuk seperti di Jakarta tak terasa disini. Hening, tanpa sinyal maksudnya
Brrrmmm, taksi kahul terus berjalan sampailah ke desa Rekimai paling pojok sana, dari atas bukit telihat setitik atap yang terlihat. Ya, kami disambut keluarga itu. Keluarga angkat kakakku setahun ini.
Beristirahat sebentar, aku langsung berjalan-jalan ke rumah tetangga menyampaikan oleh-oleh dari Jogja. Yang lucu, ada salahsatu murid mbak arin yang sengaja menitipkan uang 20ribu untuk oleh-oleh, tapi pas diberikan oleh-oleh dia lupa coba -,- aigo. Dari tutur katanya, terlihat dia anak yang cerdas.
Malamnya, kami mengunjungi SD mbak arin, gelap serem tapi menyenangkan. Ini toh, SD tempat kakakku mengabdi. Perpustakaan rintisannya masih berantakan, buku yang ada belum memadai, namun sistem peminjaman buku sudah rapih. Namun, di sinipun terkadang ketidakadilan jam mengajar guru pun ada.
05.00 12 Januari 2014
Hujan cukup deras, taksi angkutan desa belum juga menampakkan mukanya. Iya mungkin karena hujan ini, licin, padahal jalanan berkelok. Beberapa saat kemudian kami sudah di angkot, duduk bersampingan dengan para tetangga yang akan berobat. Jadi mereka berobat berangkat jam 6 pagi ke desa sebelah selama 3 jam. Struggle banget orang-orang disini. Akses transportasi minim, hanya ada angkutan 1 kali angkut tiap harinya. Kalau overload terpaksa harus pergi keesokan harinya.
Hari itu, bapak demam, beliau sepertinya kecapekan dua hari berturut-turut dalam perjalanan darat yang berbeda banget medannya seperti di Jawa. Aku frustasi, bapak enggak mau minum obat, padahal besok harus pulang ke Jogja.
08.00 13 Januari 2014
Kita di bandara Sultan Badaruddin, bapak masih demam tinggi, mbak arin annoying banget berkali-kali nanyain tiket dan ktp yang kukantongi terus. Enggak banyak pembicaraan diantara kita bertiga, dan berpisah setelah saling berpelukan sebentar. Keep fighting, sister! masih setengah perjalanan lagi!
Ubah yang perlu diubah, tetap sabar, tetap istiqomah, buat anak-anak disana mampu bermimpi indah dan mengubah nasib daerahnya sendiri. Air mata yang keluar pasti berbuah kebahagiaan. Pasti.
ngeeeeng.. diatas langit Jogja, 15 menit dibutakan awan rendah. Ternyata, delay di darat lebih menenangkan dibanding delay di langit -_-
Semua ada hikmahnya.
resmi sudah kaki ini menapak di bumi Sumatera, terbang dan berlandas di bandara Sultan Badaruddin, Palembang, Sumatera, Indonesia. Setelah sekian lama jam dihabiskan di pesawat dan bandara.
Hirup udara Sumatera yang *sama aja di Jogja* bersama Mbak Arina dan Bapak.
Petualangan baru akan dimulai!
07.00 11 januari 2014
sepagi itu perut keroncongan tetap harus berangkat dari Palembang menuju Desa Rekimai, Semende Darat Tengah, Muara Enim, Sum-Sel.
Tak ada bayangan apapun, karena tak bisa membayangkan bagaimana letak geografisnya.
Travel ugal-ugalan itu membawa kami selamat hingga kota kabupaten Muara Enim. Perjalanan yang dilewati kurang lebih 5 jam. Dilanjutkan dengan angkutan taksi menuju Desa Rekimai, perjalanan yang akan ditempuh kurang lebih 4,5 jam. Sejauh itu selalu ngobrol sama sopir kahul tentang apapun dari budaya, sosial masyarakat, ekonomi, sampai otomotif. Amazing! 3 jam lamanya perjalanan melewati jalanan naik turun perbukitan diselimuti kabut tipis. Sampai2 bengong lihat apa yang kulihat saat itu, belum pernah kutemui di Jawa, gumamku.
Disana, kekayaan alam melimpah, hiruk pikuk seperti di Jakarta tak terasa disini. Hening, tanpa sinyal maksudnya
Brrrmmm, taksi kahul terus berjalan sampailah ke desa Rekimai paling pojok sana, dari atas bukit telihat setitik atap yang terlihat. Ya, kami disambut keluarga itu. Keluarga angkat kakakku setahun ini.
Beristirahat sebentar, aku langsung berjalan-jalan ke rumah tetangga menyampaikan oleh-oleh dari Jogja. Yang lucu, ada salahsatu murid mbak arin yang sengaja menitipkan uang 20ribu untuk oleh-oleh, tapi pas diberikan oleh-oleh dia lupa coba -,- aigo. Dari tutur katanya, terlihat dia anak yang cerdas.
Malamnya, kami mengunjungi SD mbak arin, gelap serem tapi menyenangkan. Ini toh, SD tempat kakakku mengabdi. Perpustakaan rintisannya masih berantakan, buku yang ada belum memadai, namun sistem peminjaman buku sudah rapih. Namun, di sinipun terkadang ketidakadilan jam mengajar guru pun ada.
05.00 12 Januari 2014
Hujan cukup deras, taksi angkutan desa belum juga menampakkan mukanya. Iya mungkin karena hujan ini, licin, padahal jalanan berkelok. Beberapa saat kemudian kami sudah di angkot, duduk bersampingan dengan para tetangga yang akan berobat. Jadi mereka berobat berangkat jam 6 pagi ke desa sebelah selama 3 jam. Struggle banget orang-orang disini. Akses transportasi minim, hanya ada angkutan 1 kali angkut tiap harinya. Kalau overload terpaksa harus pergi keesokan harinya.
Hari itu, bapak demam, beliau sepertinya kecapekan dua hari berturut-turut dalam perjalanan darat yang berbeda banget medannya seperti di Jawa. Aku frustasi, bapak enggak mau minum obat, padahal besok harus pulang ke Jogja.
08.00 13 Januari 2014
Kita di bandara Sultan Badaruddin, bapak masih demam tinggi, mbak arin annoying banget berkali-kali nanyain tiket dan ktp yang kukantongi terus. Enggak banyak pembicaraan diantara kita bertiga, dan berpisah setelah saling berpelukan sebentar. Keep fighting, sister! masih setengah perjalanan lagi!
Ubah yang perlu diubah, tetap sabar, tetap istiqomah, buat anak-anak disana mampu bermimpi indah dan mengubah nasib daerahnya sendiri. Air mata yang keluar pasti berbuah kebahagiaan. Pasti.
ngeeeeng.. diatas langit Jogja, 15 menit dibutakan awan rendah. Ternyata, delay di darat lebih menenangkan dibanding delay di langit -_-
Semua ada hikmahnya.
Depan PIM, bukan Pondok Indah Mall, tapi Palembang Indah Mall hahah
Jembatan Ampera
Diatas langit Sumatera, Indonesia
SDN 9 Semende Darat, Muara Enim, Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia
Komentar
Posting Komentar