M.O.V.E
Berpindah dari satu tempat ke
tempat yang lain dalam waktu singkat belum menjadi hal yang biasa untukku.
Umumnya, khalayak mempercayai bahwa seseorang dengan golongan darah A (saya
kebetulan iya) memiliki tingkat kerempongan atau ketelitian tinggi untuk
barang-barang yang akan dibawa ketika traveling dibandingkan golongan darah
lain. Ya itu benar, saya cenderung membawa berbagai hal yang penting untuk
dibawa dan punya kebiasaan untuk menulis checklist barang yang saya bawa untuk
dikoreksi kembali ketika pulang nantinya. Pokoknya kadang suka kepikiran kalau
ada barang yang di checklist tapi tak terbawa dan masuk dalam golongan penting,
meski di perjalanan masih ada kesempatan melengkapinya. Jadi kadang buat
pindah-pindah memang agak rempong jatuhnya, tapi pasti komplit. Namun, pengalaman
untuk nekat berpergian jauh membuatku banyak belajar mengenai efisiensi dan
efektifitas barang. Sehingga lama kelamaan barang-barang yang dibawa semakin ringkas dan tetap komplit. Contohnya
seperti cerita di bawah ini.
Bogor
Ini daerah
pertama rantauanku, dalam jangka waktu 3
minggu di luar kota Jogja tanpa bersama orang tua. Ketika itu saya melaksanakan
Kerja Praktek bersama ketiga temanku. Maklum jarang bepergian jadi saya membawa
satu koper besar (extra large) dengan
satu ransel berisi laptop. Sangat rempong dan ga tanggung-tanggung hanya 3
minggu tapi bawaannya terlalu banyak. Kebanyakan berisi makanan yang dibawa
dari Jogja sih. Untungnya ada kos-kosan sehingga kita ada tempat tinggal
sementara. Jadi penderitaan membawa barang banyak hanya ketika berangkat dan
pulang di stasiun Pasar Senen. Untuk pertama kalinya saya excited dengan macet (mobil yang saling mengklakson satu sama
lain), naik angkutan kota dan berjalan kaki kemana-mana, karena di Jogja tidak
ada pemandangan seperti ini. Haha udik banget.
Raja Ampat
Tipe
medan yang harus kulalui untuk menuju pulau tempat singgah sementara selama dua
bulan tentu adalah lautan. Transportasi yang digunakan tentunya kapal. Oleh
karenanya saya memilih menggunakan tas carrier
untuk mempermudah ketika berpindah menuju/dari pelabuhan serta masuk/keluar
kapal. Yang pastinya barang didalamnya sudah dilapisi trash bag dan bagian luar dilapisi rain coat. Hasilnya memang benar sangat membantu. Saya lebih
leluasa membawa barang naik turun di kapal besar tujuan Sorong-Biak. Anggota
badan yang digunakan untuk menopang barang pun tulang pinggul sehingga kedua
tangan leluasa membawa tiket atau mengamankan tas kecil isi barang berharga
selain itu pundak tidak terbebani oleh beban sedikitpun apabila menggunakan tas
carrier dengan benar. Sedangkan
apabila menggunakan koper, kedua tangan sudah ribet untuk mengangkat koper,
apalagi ketika menaiki tangga. Sehingga tangan tidak leluasa padahal bisa
digunakan untuk hal lain (misal: membawa barang printilan kecil/ membawa tiket).
Namun, berbeda cerita apabila
kamu memiliki bodyguard yang
senantiasa membawakan barang-barangmu. Mau menggunakan koper atau tas carrier keduanya tidak masalah. Yang
pasti bertanggungjawab atas barang
bawaan sendiri dalam perjalanan jauh lebih baik. Hal tersebut bisa meningkatkan
rasa tanggungjawab sebagai si empunya
barang.
Iterinary perjalanan yang dirancang
ketika di Raja Ampat salahsatunya yaitu lokasi penginapan tidak berpindah
tempat, sehingga kami akan selalu berada di tempat tersebut selama 2 bulan.
Oleh karena itu, santai sudah sampai di lokasi penginapan, barang bisa
diletakkan di tempat penyimpanan semi permanen tiap-tiap individu. Bisa
diperhatikan ketika hidup bersama banyak orang dalam satu atap perlu adanya
keteraturan dari tiap individu. Sekalinya berantakan bisa mengganggu teman satu
rumah. Oleh karenanya buatlah zona teritorialmu sendiri secukupnya.
Adanya lokasi penginapan permanen
selama 2 bulan tidak membuat kami kerepotan mengharuskan untuk membawa selalu
barang berharga seperti dompet, uang, dan benda elektronik ketika melaksanakan
kegiatan. Sehari-hari di pulau, kami hanya membawa sedikit uang, sehingga
barang berharga bisa ditinggal dirumah. Namun perlu diperhatikan pula jenis
lingkungannya apakah aman atau tidak. Sehingga bersikap waspada harus selalu
dipupuk.
Untuk berpergian menggunakan
kapal kecil bisa disarankan menggunakan dry
bag untuk melindungi barang berharga dari percikan air laut ataupun
rembesan air. Namun, sederhananya bisa menggunakan tas dilapisi oleh rain coat dan barang dilindungi dengan
plastik. Untuk melindungi diri sendiri bisa disiapkan rain coat dan kacamata renang untuk menghindari percikan ombak
akibat hantaman kapal. Berdasar pengalaman bahwa air laut yang terus menerus
menerpa mata selama beberapa jam juga tidak baik karena bisa menimbulkan belekan ketika mata tidak bersih saat membersihkan.
Sehingga cukup sulit untuk berobat ketika sakit mata dan misal cuaca tidak
bersahabat. Bisa dibayangkan belekan seperti
apa rasanya, mata menjadi sangat berat seperti mau copot ditambah rasa perih
dan fungsional mata menjadi turun. Namun, jangan sampai kehabisan akal, jangan
lupa bisa kita memanfaatkan tumbuhan herbal yang ada disana. Terbukti bahwa
menggunakan daun sirih yang direbus kemudian mata dibrambangi dengan air seduhan tersebut jauh lebih manjur
dibandingkan penggunaan obat mata keluaran pabrik.
Korea Selatan
Kebetulan
saya diberi kesempatan mencicipi negeri gingseng ini meski hanya 4 hari saja.
Ketika itu saya dan empat orang teman mengikuti sebuah konferensi ilmiah, jadi
ceritanya konferensi berkedok liburan. Saya sangat bersyukur, banyak tangan
Allah bercampur disini sampai akhirnya kami bisa berangkat. Kemungkinan besar
teman-teman yang juga konferensi di luar negeri berpikiran hal yang sama. Barang
bawaan yang kami bawa cukup ringkas, tidak banyak dan akhirnya kami pesan
bagasi hanya 40 kg. Saya dan seorang teman menggunakan carrier 40 lt sehingga bisa masuk ke dalam kabin. Cerita lebih
lengkapnya bisa baca di satu, dua, tiga, empat, lima, enam cerita tersebut.
Saran yang bisa saya berikan
adalah membawa makanan instan ekstra atau lauk kering dari Indonesia. Harga
makanan untuk sekali makan disini cukup banyak merogok kocek dimulai dari KRW5000.
Jika semisal sudah membawa lauk dari Indonesia, kita bisa membeli nasi instan
dengan harga mulai KRW1000. Lumayan uangnya bisa dialokasikan untuk hal lain.
Oh ya, karena disini intensitas berjalan kaki cukup sering jadi selalu bawa
koyo atau balsem yah, kali-kali kakinya pegel linu dan juga gunakan sepatu yang
nyaman jadi kaki tidak gampang sakit atau lecet. Pengalaman dahulu kaki kami
sudah bengkak dan untungnya ada fasilitas air panas sehingga kami bisa merendam
kaki kami untuk relaksasi.
Lombok
Kali itu saya tinggal di Lombok
dengan berpindah-pindah lokasi penginapan. Jenis ekosistemnya pun berbeda-beda,
meliputi pantai, hutan dan ladang. Dari sinilah aku memiliki pengalaman nomaden
dalam waktu singkat.
Ketika di ekosistem hutan, kami
diharuskan menginap di lokasi penelitian jauh dari basecamp, sehingga barang-barang yang dibawa hanya yang penting
dibutuhkan saja. Mostly, yang penting
ketika di hutan adalah tisu basah. Haha, bisa untuk lap apa saja. Kebetulan
tempat menginap di hutan dialiri air pegunungan yang sangat bersih dan segar,
jadi air tidak menjadi masalah. Minum pun bisa langsung dari sumber mata air.
Namun, toilet tidak tersedia di sini, hanya tersedia gubuk kecil dengan pipa
pralon yang airnya mengalir terus-menerus. Jadi, kalau mau BAB kami harus
gali-tutup lubang XD, peralatan yang
dibutuhkan adalah sekop; tisu basah dan botol air, menjadi hal yang sangat
penting disini. Akibat udara yang sangat lembab, keringat kami tidak berbau dan
baju yang kami gunakan selama 3 hari sama sekali tidak bau. Selain itu kami 4
hari tidak mandi hahaha. Tapi ini tidak recommended
karena setelah itu badanku agak gatel. Kalau bisa mandi ya mandi, cuma ketika
itu saya agak takut kalau ada pacet, jadi saya memilih tidak mandi.
Selanjutnya pada ekosistem
pantai, hampir sama dengan ekosistem hutan, kami harus menginap di lokasi
penelitian, lumayan jauh dari basecamp.
Pantai tempat penelitian kami sangat terbuka dan luas sehingga angin laut akan
sangat kencang selain itu tidak ada tempat berteduh yang memadai. Sehingga kami
mendirikan 4 tenda doom di dekat
satu-satunya pohon rindang yang ada di pantai. Alasannya, ketika matahari mulai
terbit dan udara semakin panas kami masih bisa berteduh di bayangan pohon meski
harus memutar pohon seiring dengan naiknya matahari di langit. Sangat tidak
disarankan mendirikan tenda di bawah pohon kelapa (taulah ya kenapa kira-kira).
Ketika malam hari angin bertiup sangat kencang dan dingin, sehingga perlu untuk membawa jaket tebal dan kaos kaki. Semisal sudah sangat kedinginan, ya jangan dipaksain meski teman-teman masih ngobrol diluar, kita harus menjaga badan dengan istirahat di dalam doom yang relatif lebih hangat. Kebetulan toilet juga tidak tersedia disini, jauhnya sekitar 300 meter dari tempat camping kami. Sehingga setiap saat kami harus men-stok air di dua ember untuk keperluan wudlu, cuci tangan atau lainnya. Kalau untuk buang air kecil biasanya kami pipis di pohon kelapa, hahaha, kalau udah bener-bener tidak bisa ditahan. Sebaliknya kalau masih kuat kita bisa naik motor numpang ke toilet satpam.
Perlu diketahui bahwa Pantai Teluk Mekaki ini termasuk daerah rawan karena merupakan daerah tinggi tingkat kriminalitas. Selain itu konflik pemerintah dengan masyarakat agak tinggi. Konon ditempat kami camping merupakan sebuah perkampungan ilegal, terlihat dari ada beberapa jalan tapak terbuat dari semen ditengah ilalang, yang kemudian dibakar dengan dalih untuk pembuatan resort Mekaki Bay. Disinipun terlihat ada dua bangunan yang mangkrak, bangunan pertama belum ada tembok hanya ada siku-siku besi, bangunan kedua sudah hampir jadi namun tidak dilanjutkan pembangunannya. Entah itu bangunan apa. Kebanyakan para turis datang ketika siang hari untuk surfing, hanya beberapa saja yang camping. Tentunya tidak boleh hanya berdua saja karena sangat rawan daerahnya. Setiap ada pendatang baru, satpam selalu menkroscek ulang setiap malam untuk memastikan keamanan daerah tersebut.
Oh iya kembali ke barang bawaan, ketika di lapangan kami selalu membawa tas pribadi kecil yang berisi barang berharga. Beberapa teman lelaki tidak pernah membawa barang berharganya sih, kemungkinan disembunyikan atau gimana saya tidak tahu. Alasan saya selalu membawanya (dompet dan HP), apalagi di lapangan yang bisa saja terjatuh tanpa kita tahu adalah karena saya pernah kehilangan dompet dan paspor seperti di cerita ini. Hehe. Jadi saya gatel aja kalau udah ninggal barang berharga di suatu tempat atau sudah menitipkan ke teman. Merasa aman kalau barang itu nempel di badan saya.
Ketika malam hari angin bertiup sangat kencang dan dingin, sehingga perlu untuk membawa jaket tebal dan kaos kaki. Semisal sudah sangat kedinginan, ya jangan dipaksain meski teman-teman masih ngobrol diluar, kita harus menjaga badan dengan istirahat di dalam doom yang relatif lebih hangat. Kebetulan toilet juga tidak tersedia disini, jauhnya sekitar 300 meter dari tempat camping kami. Sehingga setiap saat kami harus men-stok air di dua ember untuk keperluan wudlu, cuci tangan atau lainnya. Kalau untuk buang air kecil biasanya kami pipis di pohon kelapa, hahaha, kalau udah bener-bener tidak bisa ditahan. Sebaliknya kalau masih kuat kita bisa naik motor numpang ke toilet satpam.
Perlu diketahui bahwa Pantai Teluk Mekaki ini termasuk daerah rawan karena merupakan daerah tinggi tingkat kriminalitas. Selain itu konflik pemerintah dengan masyarakat agak tinggi. Konon ditempat kami camping merupakan sebuah perkampungan ilegal, terlihat dari ada beberapa jalan tapak terbuat dari semen ditengah ilalang, yang kemudian dibakar dengan dalih untuk pembuatan resort Mekaki Bay. Disinipun terlihat ada dua bangunan yang mangkrak, bangunan pertama belum ada tembok hanya ada siku-siku besi, bangunan kedua sudah hampir jadi namun tidak dilanjutkan pembangunannya. Entah itu bangunan apa. Kebanyakan para turis datang ketika siang hari untuk surfing, hanya beberapa saja yang camping. Tentunya tidak boleh hanya berdua saja karena sangat rawan daerahnya. Setiap ada pendatang baru, satpam selalu menkroscek ulang setiap malam untuk memastikan keamanan daerah tersebut.
Oh iya kembali ke barang bawaan, ketika di lapangan kami selalu membawa tas pribadi kecil yang berisi barang berharga. Beberapa teman lelaki tidak pernah membawa barang berharganya sih, kemungkinan disembunyikan atau gimana saya tidak tahu. Alasan saya selalu membawanya (dompet dan HP), apalagi di lapangan yang bisa saja terjatuh tanpa kita tahu adalah karena saya pernah kehilangan dompet dan paspor seperti di cerita ini. Hehe. Jadi saya gatel aja kalau udah ninggal barang berharga di suatu tempat atau sudah menitipkan ke teman. Merasa aman kalau barang itu nempel di badan saya.
Terakhir pada ekosistem ladang
kami tidak perlu menginap di lokasi penelitian, sehingga selama 4 hari kami
pagi dan sore harus bolak-balik ke lokasi penelitian yang jauhnya sangat jauh
hahaha. Jadi tidak banyak hal yang bisa diceritakan disini. Ya mungkin karena
lokasinya yang cukup jauh, harus selalu membawa minum dan makanan atau minimal
permen agar tidak kecapekan.
Komentar
Posting Komentar