Eksim

 (Untuk Indira di masa depan, plis baca ini kalau eksim kamu flare up lagi)

 

Eksim, istilah nama penyakit ini sudah kuketahui sejak aku SD. Selama aku SD, SMP, SMA aku belum sih menemukan teman yang sependerita denganku, jadi kupikir eksim itu masih jarang terdengar untuk umum. Baru pas kerja nemu satu temen yang punya riwayat eksim, tapi jenis eksim dia beda denganku, aku eksim kering kadang basah, dia eksim yang membuat area kulitnya menghitam. Jadi, eksim itu apa bisa lihat di link ini, sepertinya sih sudah cukup lengkap.

Sampai dengan tahun 2017 aku masih belum paham tentang eksim, padahal udah belasan-puluhan kali ke dokter kulit dan diagnosisnya semua sama, meski ke dokter yang berbeda. Apalagi kalau misal lagi kambuh terus dikasi salep dan mulai membaik kadang suka lupa diteruskan.  Seringnya baru sembuh dikit terus berhenti. Alhasil sering banget kambuh. Kesimpulanku dulu adalah ini kambuhan karena aku tidak memakai salep dan obat dari dokter sampai tuntas.

Pernah suatu kali aku diberi resep dokter body lotion yang kudu beli di apotik dengan harga cukup mahal, baunya pun hmmm ya bau obat gitu karena tidak ada pewangi. Apalagi pas SMP SMA aku tinggal di asrama, anggapanku pakai body lotion apotik itu enggak keren. Karena tinggal bareng temen-temen, aku selalu tergoda lihat punya temen dan beli body lotion yang lucu-lucu bentuknya, baunya, warnanya, dkk. Alhasil sepanjang aku di asrama, kulit kakiku pecah-pecah bersisik di kaki bawah karena saking keringnya, dan udah jadi makanan sehari-hari ditanyain kok kulitnya bisa kering pecah bersisik kaya gitu. Efek awal pakai body lotion yang biasa dikonsumsi orang kebanyakan, pasti agak tersamar pecahan sisiknya, tapi enggak hilang, nanti muncul dalam beberapa jam. Kudune aku touch up body lotion berkali-kali, lebih sering dari orang kebanyakan, tapi you know dulu aku pemalas dan tidak terlalu care dengan alat-alat perawatan. Jadi aku bodo amat aja kalau kulit kakinya kembali lagi pecah bersisik, aku pikir ya sudah memang takdirku sepertinya punya kulit kaya gini. FYI, selalu iri berat liat model iklan body lotion di televisi, you know why kan, bisa-bisanya dia punya kulit bagus kaya gitu, kaya enggaki real aja gitu.

Spot eksimnya pun berubah. Dulu pas jaman SD itu pada awalnya muncul berupa lesi berisi cairan, apabila cairan ini pecah akibat digaruk akan menyebabkan makin-makinlah gatal dan terjadi infeksi. Aku gatau ya apakah eksimku ini sudah sejak aku kecil banget atau enggak, karena kenangan yang aku ingat itu pas usia SD ke dokter kulitnya. Denger-denger dari ibuku sih, aku ada keturunan kulit kurang bagus dari jalur simbah laki-lakiku dari ibuk. Jadi eksim ada hubungan dengan faktor genetik.

Setelah dari area jari kaki, pernah pindah ke telapak kaki, waini, yang tambah-tambah super  gatalnya karena telapak kaki itu area untuk berpijak setiap saat kan, otomatis kalau ada luka lebih cepet infeksinya, dan ini lebih nggilani sih bentukanya kalau eksim basah, apalagi pas di asrama tinggal dengan banyak orang, kontaminasinya banyak. Alhamdulillahnya sih ya area kaki aja enggak sampai betis lutut, paling cuma luka lecet karena digaruk aja efek dari kulit kering, tapi eksimnya enggak sampai situ. Beberapa tahun kemudian, pindahlah dia ke jari-jari tangan, seringnya sih ke kelingking dan jempol, sampai usiaku 28 tahun ini pun area jari masih sering kambuh, tapi area jari kaki sudah bisa dikatakan sembuh karena udah enggak kambuh lagi. Meski kadang di bagian samping kaki kanan suka tiba-tiba muncul tanpa disadari.

Pertengahan tahun 2018 aku mengalami flare up eksim yang superselama aku menjadi penderita eksim. Dimulai dari punggung, tangan, paha, dan kaki bawah. Edan kan, gatel rek, tapi alhamdulillahnya eksim kering bukan eksim basah dan enggak sampai infeksi. Di tahun itu aku sudah lulus kuliah, aku bisa luangkan waktu lebih banyak searching tentang eksim di internet. Boro-boro pas di asrama SMP SMA, bangun pagi kudu hafalan dan siap-siap ke sekolah, ngantri makan, ngantri nyuci piring, ngantri mandi, ngantri nyetrika, sekolah sampai sore, kadang ada kegiatan sampai maghrib dilanjut ngaji bareng, ngantri makan lagi, ngantri nyuci lagi, ngantri nyetrika lagi, ngerjain pr, muter gitu aja waktu 24 jam terpakai dengan bermanfaat, ditambah juga kita enggak boleh bawa hp jadi ya mau searching di internet hampir ga sempat. Kuliah pun boro-boro, laporan sepadet kereta berjalan, organisasi yang juga ngambil hari libur, ke pantai bisa santuy tapi ga ada sinyal, main fisik dan pikiranlah. Barulah kelar kuliah aku punya “waktu lebih luang” mencari informasi tentang eksim. Tidak hanya sekedar kalau kambuh langsung ke dokter kulit, nanya terus ke dokternya bisa sembuh enggak eksimnya, dan sebenernya udah tau jawabannya eksim itu gabisa sembuh.

Hasil dari searching di internet dan mulai banyak influencer yang speak up tentang eksim juga banyak dokter kulit yang memberi info lewat sosial media, membuat aku baru paham kalau kambuhan eksimku itu bukanlah hanya takdir yang harus aku terima aja. Kambuhan eksimku inipun bukan karena aku kalau diberi salep enggak tuntas obatinnya. Ini karena struktur kulit dalamku ada yang abnormal, ada yang enggak sama dengan lapisan dermis orang normal lainnya, dan itu bisa dikendalikan. Ini poinnya, dikendalikan.

Poin dikendalikan ini aku dapat dari 1 dokter favoritku di PKU Jogja. Juga ada faktor eksternal seperti alergen dari luar dan yang aku baru tahu adalah efek stres. Kalau alergen aku dah tau dari kecil kalau aku ga bisa kena debu, agak gedean dikit di asrama baru tahu aku gabisa kena deterjen, pokoknya sekali kena deterjen besok paginya voila muncul si lesi lesi yang menggatalkan itu. Nah ini dia, faktor stress itu baru banget aku tau, dan setelah kukontemplasi diri , bisa dinalar juga pas apa sih aku flare up, pas aku lagi banyak mikirin apa sih?

Pikiran yang membebani, kulit yang kering akibat abnormalitas sawar kulitku, ketidaktahuan cara mengendalikan eksim, belum paham betapa pentingnya skincare untuk tubuhku, belum paham betapa pentingnya konsistensi pakai skincare menjadikan sepanjang tahun 2018 2019- awal 2020 itu aku sering ke dokter kulit, dari eksim, bisul gede di kaki bawah yang bikin susah jalan akibat infeksi menggaruk di kulit yang kering, gatel di beberapa spot sampe jerawat kakak. Ya Allah.

Fungsi dari kulit sendiri sebagai protektor diri kita dari supressor luar. Aku cuma hafal  teorinya, setelah merasakan sendiri sebenar-benarnya flare up aku baru benar-benar disadarkan Allah SWT kalau aku itu harus bersyukur betapa pentingnya kulit sehat. Sekarang kamu kudu ngerawat, dikasi sign sama Allah SWT lewat flare up ini biar aku cari tahu dan ikhtiar sepanjang hidupku buat mengendalikan eksim dan merawatnya.

Jujur ya dari dulu aku selalu mengeluh eksiman. Kenapa harus aku? Kenapa temen-temenku kulitnya pada bagus-bagus, sedangkan aku kudu struggle melawan ketidakcantikan kulitku. Padahal setelah dipikir-pikir penderita eksim di dunia ini juga enggak sedikit. Sekarang aku berubah arah pikirnya, its okay, meski kambuhan muncul perasaan sedih, kenapa kambuh lagi, tapi aku tahu ini terjadi pas aku lengah, tinggal keluarkan lagi jurus-jurus perawatan kulit. Apakah jurus-jurus perawatan kulitku? Taraaa.. yaitu pakai handbody lotion yang mahal. Wakakkaka. Mantap kan. Harus mahal, kenapa? Karena yang mereka jual adalah produk tanpa pewarna, tanpa alkohol, tanpa bahan preservative, tanpa parfum, kadang ada yang sertified natural product, seringnya dermatology tested/ recommendation, for eczema, sensitive skin, dkk. Enggak ada produk yang klaimnya seperti yang aku sebutkan tadi dan dijual dengan harga pasaran handbody supermarket kisaran 20.000-50.000 bisa udah dapet, semua di atas 100.000 rek. Wakakka. Ketawa dulu, karena miris, cocok dengan produk mahal. Dikatain sama temen ngapain sih pake mahal-mahal, gilee standarnya mahal banget padahal hand body doang, huff sampe bumpet telingaku. They dont know about my cases! Betapa si pelembab mahal itu sudah menyelamatkanku dari kulit keringku L. Fungsi dari body lotion ini adalah mengisi area-area yang kering sampai lapisan dermis di kulitku dengan kemampuan melembabkan yang lebih tinggi dari body lotion biasa. Seringnya konsistensinya lebih thick. Jadi kalau punya kulit normal pakai pelembab ini, hasil akhirnya malah enggak nyaman dan bikin rasa greasy. Tapi kalau buat pemilik kulit kering sensitif seperti aku, dia sangat pas dan tahan lama kemampuan melembabkannya. Buktinya adalah sudah hilang kulit pecah bersisik yang dari dulu selalu muncul area-area warna putih di kaki bawah. Namun, memang pemakaianku paling utama saat malam hari aja pas mau tidur. Mungkin kalau aku bisa tambahin dosis pagi hari membalurkan body lotion di pagi hari, aku bisa mendapat hasil yang lebih baik.  Oke, beberapa jenis pelembab yang sudah ku pakai ada beberapa merek, yaitu:

1.       Physiogel

Merek ini pertama disebutkan oleh dokterku, cari di apotik tersedia ukuran 100ml dan 200ml. Teksturnya masih lebih encer dibanding merek lain, tapi hasilnya cepet meresap dan blend ke kulit. Tapi sepertinya untuk kebutuhan kulitku, pelembab ini masih kurang nampol, jadi aku perlu mencoba pelembab merek lain yang mungkin lebih thick teksturnya.

2.       Cetaphil

Dokterku pun merekomendasikan pilihan kedua ke cetaphil. Pertama kali dengar agak shock karena cetaphil lebih sering kudengar nama mereknya dan masuk ke dalam kategori harga cukup mahal. Aku tidak pernah membayangkan akan berakhir menjadi konsumen cetaphil. Waktu itu ada diskon cetaphil di e-commerce, langsung deh coba, karena dokterku kan juga rekomendasikan kan. Voila aku cocok pakai cetaphil, teksturnya thick, agak lama nyerepnya tapi hasilnya bagus, lebih melembabpkan. Kulitkupun memberikan reaksi yang positif, tinggal sisa-sisa bopeng.

3.       Bioderma Atoderm, PP Atoderm

Nah kalau ini karena pas 2020 dia lebih banyak menawarkan harga miring. Pertama beli itu botol 500ml tapi bisa dapet bonus produk face skincare, beberapa kali repurchase, ealah malah cocok face skincarenya. Pada waktu itu aku juga jerawatan, jadi niatnya beli sekali tapi untuk eksim dan wajah bisa keserok sekalian. Bonus-bonus produk face skincare dan tas-nya, diskon yang besar,  itu juga menjadi salah satu penarik perhatian konsumen. Tekstur pelembab ini masih dibawah cetaphil, tapi daya lembabnya hampir sama dengan cetaphil.

Sepertinya masih akan mulai mencoba merek-merek lainnya, padahal udah suka sama cetaphil :p

Semoga aja bisa nemu harga yang affordable dan efek melembabkannya tidak kalah dengan harganya yan lumayan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Raja Ampat, Papua Barat

HERE WE GO, KOREA!

HERE WE GO, DAEJEON!