A Pieces of Life in Yenbeser




 dari kiri atas: bangboo, dayat, burhan, rushan, rofiq, santana, yudha, galuh, ajeng, putri, rahma, nurin, dian, ayu
dari kiri bawah: satrio, rizky, hardien, igan, havid, wendi, iwan, endah, indir, amanda, dini, amel  
 Memang benar, meski kami baru saling mengenal, namun pada akhirnya dapat saling beradaptasi, menghargai dan mempermasalahkan sifat karakter satu sama lain. Bagaimana tidak? Dua bulan ketemunya sama orang ini-ini aja. Di pulau, terisolir ketika musim angin tidak bersahabat. Bangun tidur, beraktivitas, hingga tidur lagi muka-muka ber-26 ini aja yang saling bertemu. Soalnya gimana kita bisa struggle tanpa kesolidan satu sama lain di negeri teramat jauh dari Jogja ini. Apalagi aku perempuan, pasti ayah dan ibuku sangat berat memberikan jawaban postitif ketika aku menginginkan KKN di negeri teramat jauh ini. Betapa besar hati ayahku melepas anak perempuannya karena tahu kalau anaknya ini sangat menginginkan menginjak tanah selain Jawa. *iyapo?**wakaka*
 Pasang maksimal kalau musim angin
Duh, KKN ngrekasa ini. Dapat cerita teman-teman yang berlimpah makanan, Idul Fitri meriah. Berbanding terbalik di Kampung kami. Makanan harus irit dan kreatif meramu bahan pangan yang tersedia. Momen Idul Fitri pertamakali bagi kami semua,  kangen suasana semarak meriah takbiran yang menggema, karena kami hanya merayakan ber 25 anak. Banyak cerita, di tempat KKN lain super meriah ketika Perayaan Idul Fitri melebihi di Jawa. Tapi sepi tuh di kampung ku~
          Makan berat kami sepakati dua kali sehari. Makan pagi dan makan malam. Siang? Urusan perut masing-masing. Ada beberapa pertimbangan kami memutuskan untuk memasak sendiri salahsatunya usaha menjaga kesucian makanan yang masuk ke dalam perut kami. Lingkungan disini banyak anjing yang bisa keluar masuk rumah tanpa permisi. Itulah alasan terberat untuk memesan makanan melalui warga setempat. *serius*
Tim masak dikomandoi Putri dan geng cewek dibagi menjadi 4 tim, geng Tante (isinya udah berumur semua, maklum tante-tante kelahiran 1990-1991, suka banget coba-coba bikin ini-itu, enak gaenak harus dimakan -,-): Dini, Ayu, Dian ; geng Resik-an (rajin banget bersihin kompor sama meja depan pondokan, favoritnya masak mie): Indira, Galuh, Ajeng; geng Jago Masak (teruji istri-able, masakan bervariasi bumbunya): Rahma, Putri, Nurin; geng Atos (geng senggol bacok, hobinya tengkar menu dulu hahahahah): Endah, Manda, Amel. 
Dapur, tempat nge-gaul geng masak
 
Geng cowok punya tugas cuci piring seminggu sekali. Rizky-Iwan (geng kalem ga banyak protes), Bangboo-Rofiq (geng rusuh), Satrio-Santana (geng cuci piring sekena-nya), Havid-Hardien (geng resik), Igan-Wendi (geng resik), Dayat-Burhan (geng lamis), Yudha-Rushan (geng kalem kalo ada Galuh).
Kalo diinget-inget, banyak masalah juga dari geng-geng kecil ini. Ngekek dah kalo diinget. Dari tragedi bubur manado, cuci piring masih berminyak, alat masak yang udah dicuci dijilat anjing, duo lamis ngece nasi Mbak Dini, struggle cuci piring pas hujan deras, cuci piring pas bubur sum-sum menumpuk basi sampe konferensi geng cewek pas “malam itu” yang akhirnya terbongkar spesialisasiku buat menjadi penengah dalam permasalahan wkw. 
Spesial nasi buatan mbak Dini buat geng lamis
Buat newbie di dapur (baca: aku) semuanya berkesan banget, semua menerima kalau aku dan temen-temen lain yang gabisa masak, apa adanya. Mereka enggak komen pedas, tapi ngajarin yang bener. Ouh so sweet wkw. Sebagai gantinya bisa jadi aku agen mengambil air dari sumur atau bersih-bersih rumah (baca: siapin piring, beli bawang/garam/kecap/gula/mie/telor/susu di kios, pindah air ke galon, goreng-goreng or ngepel n nyapu).  But, someday, aku disuruh bikin nasi. Dari nakar, cuci, kasi air, nanak nasi sampai mindah di dandang, dan hasilnya awesome! Aku bisa bikin nasi pulen buat 26 orang tanpa gosong. Itu keren. Menurutku. Selebihnya  bikin lauk kita bikin bareng bertiga. Yang paling geje menurutku yaitu pas geng Resik-an ini bikin sayur asem, tapi kalau kamu lihat gambar di bawah ini, terlihat kaya bukan sayur asem yang menarik perhatian buat dimakan. But, rasanya jos!. Haha.      

 Sayur asem rasa-rasa

 
Cemilan (baca: roti di kios @Rp. 1.500,00-Rp. 2.000,00, mie goreng :9, kue lapis buatan mama pika)

 Time left, no one can be repeat that moment again

Kita masih hidup kok bergantung pada kangkung, daun katuk, daun singkong, jantung pisang, mie rebus dan mie goreng mlempem, royco, energen, ikan tenggiri, ikan cakalang, ikan kerapu dan telor ber-air tiap harinya. Yang penting perut ber-isi enggak lemes karena ketika malam menjelang kita bertarung dengan tusukan nyamuk dimana-mana. Alhamdulillahnya, air tawar tersedia banyak, tidak khawatir karena airnya jernih dan tidak berbau Cuma sedikit berkapur :”) it’s no problem! Surga bagi kita itu pas ada warga Yenbeser yang bisa ke Waisai pas musim angin dan kita bisa titip aneka sayuran. It’s heaveeeeeen!!!!

Sederhana? yang penting makan. Mboh rasane pie. 
 
"Aula" kita
 
Meja depan yang "kebetulan lagi rapi pas difoto"

Sesederhana itu kehidupan kami di Yenbeser.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Raja Ampat, Papua Barat

HERE WE GO, KOREA!

HERE WE GO, DAEJEON!